Novel berjudul “Rahasia Meede” ini merupakan karya kedua dari penulis E.S.Ito, setelah novel pertamanya yang bertajuk “Negara Kelima”. Lagi-lagi, E.S.Ito mengangkat sebuah topik yang kontroversial, khususnya mengenai sejarah berdirinya Republik Indonesia.
Jika dalam “Negara Kelima” E.S.Ito mengangkat hipotesis mengenai asal-asul benua misterius Atlantis yang diperkirakan berada di Nusantara, maka dalam “Rahasia Meede” E.S.Ito menceritakan apa alasan yang menyebabkan para delegasi Indonesia menerima klausul dalam Konferensi Meja Bundar 1949 di Den Haag, yang sebenarnya sangat memberatkan Republik (Indonesia harus menanggung utang perang yang dimiliki oleh Kerajaan Belanda).
Novel ini diawali dengan deskripsi ketika KMB 1949 tengah berlangsung di Den Haag, dan perdebatan yang terjadi diantara delegasi Indonesia karena klausula yang ditawarkan oleh pihak Belanda sangat memberatkan Indonesia.
Di tengah-tengah perdebatan tersebut datang seseorang yang mengatakan bahwa Indonesia tidak akan rugi apabila menerima hasil perundingan KMB 1949 tersebut. Kemudian cerita berlanjut ke masa modern ketika seseorang wartawan sedang menyelidiki kematian orang-orang penting di kota-kota yang berawalan huruf B, lalu penelitian yang dilakukan oleh orang asing, dan penggambaran seorang guru sejarah yang melawan mainstream kurikulum pendidikan.
Gaya penulisan E.S.Ito dalam novel ini tidak berbeda dengan “Negara Kelima”. Dengan memasukkan berbagai karakter yang memiliki kepribadian unik, lalu plot cerita a la Dan Brown yang menawarkan berbagai fakta sejarah maupun hipotesis yang belum dibuktikan, disamping kejar-kejaran, dan tentunya konspirasi yang melatarbelakangi cerita.
Dengan maraknya novel sejarah, ataupun yang mengangkat topik kontroversial, novel E.S.Ito mungkin terkesan biasa, namun dia mampu menguak sisi lain dari sejarah Indonesia yang selama ini kita kenal hanya melalui monopoli buku pelajaran sejarah SD hingga SMA yang penuh dengan tendensi kepentingan penguasa.
Tetapi dalam sebuah wawancara, E.S.Ito mengelak apabila disebutkan bahwa gaya penulisannya dipengaruhi banyak oleh Dan Brown. Sangatlah wajar, apabila gaya menulis seseorang dipengaruhi oleh penulis lain yang telah terlebih dahulu memiliki reputasi internasional.
Selain menguak sisi lain dari sejarah Indonesia, yang begitu monoton di dalam buku pelajaran sejarah SD-SMA, E.S.Ito juga mendeskripsikan realitas yang terjadi diantara masyarakat Indonesia, khususnya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, selain penggambaran masyarakat Indonesia yang enggan untuk mempelajari apa dan bagaimana asal-usul negaranya.
Selain itu, E.S.Ito juga berusaha “menggugat” ketidakpedulian negeri ini terhadap suku-suku non-mainstream yang biasanya berada di pulau-pulau terpencil dan terisolasi. Deskripsi yang berlangsung dalam keseluruhan novel ini memang cukup representatif terhadap apa yang sesungguhnya terjadi dibalik keindahan dunia sinetron yang telah membelenggu orang Indonesia.
Gua teringat dengan karya dari alumni SMA Taruna Nusantara lainnya, yaitu “Area X” yang ditulis oleh Eliza V. Handayani. Novel tersebut ditulis dengan riset yang mendalam dan teliti mengenai kehidupan ekstra-terrestrial, fisika kuantum, dan lain sebagainya.
Tentunya, mungkin untuk menambah kesan “ilmiah”, “Area X” dipenuhi dengan catatan kaki disana-sini. Berbeda dengan “Rahasia Meede” ataupun “Negara Kelima”, yang tidak menampilkan catatan kaki yang seperti textbook, meskipun gua tidak akan meragukan bahwa E.S.Ito melakukan riset yang mendalam dan teliti mengenai sejarah Indonesia, khususnya sejarah kolonialisme di Indonesia.
Masih banyak fakta sejarah lain yang belum terkuak, ataupun sisi lain dari sejarah Indonesia yang belum kita ketahui saat ini. “Rahasia Meede” akan mengantarkan kita untuk bisa lebih peduli pada sejarah Indonesia, dan sekaligus kepada realitas Indonesia saat ini yang berada dalam keterpurukan.
Comments
Post a Comment