Film-film sains fiksi pernah menjadi suguhan favorit saya dalam periode SD hingga SMA. Hal ini berjalan beriringan dengan kenginan saya yang masih kuat untuk berkutat dengan urusan-urusan eksakta. Tentunya periode itu memberikan sebuah perspektif lain bagi saya dalam menikmati sebuah hiburan.
Dengan adanya film sains fiksi, saya dipaksa untuk mencerna mana yang mungkin secara rasional, dan mana yang masih merupakan hipotesis. Sehingga film bagi saya bukan sekedar hiburan, melainkan memiliki potensi science-and-knowledge yang sangat besar tanpa harus membuat kening berkerut.
Film-film sains-fiksi yang sangat merasuk dalam otak saya, misalnya Star Trek (apakah manusia bisa berada dalam sebuah pesawat luar angkasa yang selalu menjelajah galaksi tanpa harus mengisi ulang oksigen dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya?); E.T. (benarkah ada kehidupan lain di galaksi ini selain manusia yang ada di bumi?); Armageddon (apakah manusia bisa mendarat ke sebuah asteroid, mengebornya, dan kemudian meledakkannya?); Back to the future (mungkinkah manusia bisa menjelajahi waktu menuju masa depan dan masa lalu?), dan masih banyak yang lainnya.
Beberapa minggu lalu, imajinasi saya akan periode itu kembali mencuat setelah melihat DVD Astronaut Farmer. Sebenarnya saya telah melihat preview atas film itu jauh-jauh hari, namun kesempatan untuk menikmatinya baru muncul belakangan. Film ini menceritakan seorang mantan pilot militer Amerika Serikat, yang memiliki gelar insinyur di bidang penerbangan, dan bercita-cita untuk bisa melihat luar angkasa.
Tentu, upayanya ini bukan melalui jalur resmi seperti NASA, melainkan dengan usaha sendiri melalui bekal keinsinyuran yang dimilikinya. Berbagai masalah menerpa dirinya, mulai dari larangan dari pemerintah, hingga akhirnya kegagalan peluncuran roketnya untuk pertama kali. One thing led to another, dia akhirnya berhasil untuk berangkat ke luar angkasa dengan roket rakitannya sendiri, meskipun hal ini dibantah oleh pihak yang berwenang.
Perjalanan ke luar angkasa bukanlah hal yang tidak mungkin lagi semenjak keberhasilan Yuri Gagarin dan Neil Armstrong. Tetapi yang menjadi pertanyaan, apakah mungkin sebuah roket yang dirancang untuk berangkat ke luar angkasa, lengkap dengan stasiun pemantaunya, dibangun sendirian oleh seorang mantan pilot yang kemudian berprofesi sebagai petani?
I’m definetely not a rocket scientist, tetapi dengan logika yang sederhana, membangun sebuah roket berawak yang dirancang untuk berangkat ke luar angkasa membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit, baik itu SDM, uang, ataupun akses terhadap teknologinya.
Tanpa adanya dukungan gila-gilaan dari pemerintah (seperti kepada NASA), ataupun donasi dari pihak swasta, nampaknya tidak mungkin membangun spaceship seorang diri. It’s all based on common sense. Jadi apakah yang terjadi dalam film ini mungkin? Iya, kalau si tokoh utama adalah Warren Buffet atau Bill Gates.
Well, at least this movie was quite entertaining. Ditambah lagi dengan sebuah pesan bijak, bahwa ketika kita ingin mewujudkan sesuatu, maka hendaknya kita melakukan hal tersebut secara konsisten. Mungkin inilah yang disebut dengan “American Dreams”.
Comments
Post a Comment